Senin, 15 Desember 2008

Pilar-Pilar Keshalehan Masyarakat

Pilar-Pilar Keshalehan Masyarakat

H.Abdul Rahman,Lc
“Kaifa Takunu Turasu” yang artinya bagaimana keadaan kamu,begitulah kondisi pemimpin kamu. Sebuah kata-kata bijak yang patut menjadi sebuah renungan, bahwa kepimpinan yang ada dilingkungan kita tidak akan pernah lepas dari kualitas masyarakat yang memilih pemimpin tersebut. Maka Al-Quran telah memberikan gambaran kepada kita bagaimana membentuk fondasi keshalehan di tengah kehidupan masyarakat sehingga akan muncul dari masyarkat tersebut pemimpin yang shaleh sesuai dengan karakter dan keadaan masyarkat tersebut.

Diantara ayat yang ada di dalam Al-Quran yang berbicara tentang hal tersebut adalah Surah Hud ayat 112. “ Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar,sebagaimana diperintahkan kepada kamu,dan juga orang yang bertaubat beserta kamu dan jangan kamu melampui batas.Sesungguhnya dia maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

Ada satu catatan penting yang perlu di ketahui sebelum kita membahas ayat ini, bahwa ayat ini di dahului ayat-ayat yang bercerita tentang kehancuran umat terdahulu dan sebab – sebab kehancuran mereka.Kisah Nabi Nuh (ayat 25-49) yang Allah hancurkan umatnya dengan banjir bandang disebabkan mereka mempunyai karakter keras kepala.Kisah Nabi Hud dan Nabi Shaleh (ayat 50 – 68) yang Allah binasakan mereka dengan guntur disebabkan mereka mempraktekan premanisme untuk menteror Nabi mereka.Kisah Nabi Luth (ayat 75-83) yang Allah binasakan dengan melemparkan kaumnya dengan batu panas dan membalikan tempat yang mereka pijak kemudian membenamkan mereka,dikarenakan mereka melakukan penyimpangan seksual. Kisah Nabi Syuaib yang kaumnya Allah hancurkan juga dengan guntur dikarenakan mereka melakukan kecurangan dalam bisnis dan perdagangan. Dan terakhir kisah Nabi Musa yang Allah Laknat umatnya karena banyak melakukan tipu daya.

Dari latar belakang ini seakan Allah SWT memberikan isyarat kepada kita,bahwa untuk mendapatkan keselamatan dari berbagai macam azab yang telah Allah berlakukan terhadap umat terdahulu,maka kita harus membangun fondasi keshalehan dalam kehidupan bermasyarakat.

Lima Pilar Keshalehan.
Dari ayat 112 Surah Hud ada 5 fondasi keshalehan yang harus ditegakan oleh masyarakat untuk meraih kebahagian di dunia dan diakherat.

1. Pilar Keistiqamahan (Komitmen). “Fastaqim”. Masyarakat yang istiqomah adalah masyarakat yang unik. Keunikan tersebut tergambar dengan karakter-karakter istimewa mereka,berupa keberanian,ketenangan jiwa dan rasa optimis yang tinggi.hal tersebut dikarenakan mereka mempunyai keyakinan bahwa dunia bukanlah bagian terakhir yang Allah sediakan untuk mereka,tapi masih ada bagian lain yang lebih besar yang akan mereka dapatkan yaitu syurga Allah SWT.Di samping itu istiqomah merupakan cara yang paling tepat untuk menjaga kualitas keislaman,sebagaimana yang Rasul saw sampaikan ketika ada salah seorang shahabat yang bertanya tentang bagaiman menjaga keislaman,Rasul SAW menjawab “Qul amantu billahi tsummas taqim”.Jadi untuk menjaga keislaman: 50% Iman dan 50% berikutnya adalah keistiqomahan.
2. Pilar Konsep. “Kamaa umirta” Disamping keistiqomahan,kekuatan konsep menjadi hal yang penting,karena suatu masyarakat yang mempunyai konsep adalah masyarakat yang bukan hanya mempunyai semangat,tetapi juga mempunyai semangat dan komitmen yang dibingkai dengan konsep yang jelas. Konsep yang dimaksud adalah adalah nilai-nilai yang telah di turunkan oleh Allah dan diwariskan oleh Rasulullah saw,sebagaimana sabda Rasul saw “ Taruktu fikum amrain lan tadhillau intamasktum bihima kitaballahi wa sunnata rasulihi” artinya aku tinggalkan kepada mu dua sumber yang apabila kamu berpegang teguh maka kamu tidak akan sesat selamanya yaitu kitab Allah dan sunnah Rasul SAW.
3. Pilar Moralitas. “Wa Man Taba”. Pilar ini diungkapkan oleh Allah SWT dengan kalimat taubat. Karena taubat merupakan bukti bahwa seseorang atau sebuah masyarakat masih mempunyai moralitas,sebab dia menyadari bahwa dirinya melakukan kesalahan. Namun apabila sebaliknya,yaitu merasa bangga dengan dosa dan tidak mau bertaubat, sesungguhnya mereka telah terjerumus ke titik terendah dari sebuah moral. Dan taubat akan berfungsi sebagai pilar moralitas apabila di sertakan dengan syarat-syarat taubat. 1. Adanya penyesalan.2. Meninggalkan dosa tersebut.3.adanya tekad tidak akan mengulangi.4.apabila dosa kepada sesame manusia maka harus di lengkapi dengan mengembalikan hak-hak manusia, baik dalam bentuk materi mapun dalam bentuk immateri yaitu dengan meminta maaf kepada yang bersangkutan. Tentang pentingnya bertaubat sebagai sarana untuk memperkuat benteng moralitas, Rasulullah saw telah memberikan contoh kepada kita,dengan bersabda “ Wallahi inni la astaghfirullaha fil yaumi sab’iina marrah,” wa fi riwayah “ Miata marrah”. Artinya Demi Allah sesungguhnya aku meminta ampun dan bertaubat kepada Allah dalam satu hari 70 kali,dalam riwayat yang lain di sebutkan 100 kali”.
4. Pilar Kebersamaan. “Ma’aka”. Masyarakat yang shaleh adalah masyarakat yang mampu membangun soliditas.Mereka tidak tersekat-sekat dengan semangat primordial,tetapi mereka diikat hanya dengan keimanan kepada Allah.Soliditas dan kebersamaan yang mereka bangun dalam rangka “ Ta’awun alal birri wa taqwa” dan memperjuangkan nilai-nilai universal. Termasuk dalam membangun koalisi yang mereka utamakan adalah koalisi yang positif kontruktif,koalisi untuk melahirkan pemimpin yang adil dengan tetap di sertai sikap kritis apabila pemimpin yang mereka dukung keluar dari nilai-nilai luhur yang mereka perjuangkan.
5. Pilar Kedisipilinan. “Wala Tathgau”. Masyarakat yang disiplin adalah masyarakat yang sukses.Kedisiplinan merupakan bukti kualitas sebuah masyarakat. Dan Islam merupakan Din yang sarat dengan nilai-nilai kedisiplinan. Sebagai contoh shalat 5 waktu,apabila kita perhatikan ternyata disana banyak nilai-nilai kedisiplinan yang kita dapatka.Begitu pula dengan ibadah puasa yang mendidik kita dengan kedisiplinan yang sangat luar biasa.Dari sikap disipilin inilah akan lahir masyarakat yang professional. Yang sangat dicintai oleh Allah SWT, Rasulullah saw bersabda “ Sesungguhnya Allah sangat mencintai seorang hamba yang apabila bekerja dia lakukan dengan penuh kedisiplinan” (HR.Hakim).

Istiqomah,konsep,moralitas,kebersamaan dan kedisiplinan merupakan nilai-nilai yang harus hadir setiap saat, dan hal itu tidak akan terealisir kecuali apabila masyarakat tersebut mempunyai perasaan selalu merasa diawasi oleh SANG PENCIPTA,maka di akhir ayat tersebut ALLAH tutup dengan kalimat “ Sesungguhnya DIA maha melihat apa yang kamu lakukan”. Inilah semangat yang tidak akan pernah pudar dan mati,karena landasan nilai tersebut di kaitkan dengan Dzat yang Maha Hidup dan Maha Menghidupkan.
ALLAHUMA WAFFIQNA LIMA TUHIBBUHU WA TARDHAHU.

SOLUSI PROBEMATIKA UMAT

H.Abdul Rahman,Lc


Muqaddimah.

Dalam kehidupan manusia permasalahan adalah suatu yang wajar,namun akan menjadi suatu yang keluar dari kewajaran apabila masalah tersebut menjadi suatu yang menyebabkan keterbelakangan serta keterpurukan. Umat Islam bukanlah umat yang identik dengan keterbelakangan, karena umat ini pernah menempati posisi terdepan di Dunia sepanjang sepuluh abad,kebudayaannya adalah kebudayaan yang dominan dan menyebar luas. Ulama – Ulamanya adalah para pendekar dan jawara dalam setiap disiplin ilmu dan pemikiran. Siapa yang berani mengingkari kontribusi Ibnu Hayyan dalam bidang Kimia, Ibnu Haitsam dalam bidang Fisika, Al-Khawarizmi dalam dalam Al-Jabar,Al-Biruni dalam matematika,A-Razi,Ibnu Sina,Azzahrawi dan Ibnu Nafis dalam dunia Kedokteran, Ibnu Rusyd dalam filsafat ?

Sebab Masalah.

Namun saat ini kaum muslimin harus melakukan evaluasi dengan keadaan yang sedang mereka hadapi dan berusaha memetrakan permasalahan kemudian memberikan solusi terhadap setiap permasalahan tersebut. Syeikh Al-Ghazali-Rahimahullah-, telah memetakan sebab-sebab keterpurukan dan keterbelakangan Umat Islam sebagai berikut:

1. Pemahaman yang salah terhadap Islam. Kesalahan ini berupa mendahulukan apa yang harus diakhirkan, dan diakhirkan apa yang harus di dahulukan. Beliau memberikan sebuah contoh dengan berkembangnya berbagai khurafat berkedok agama,seperti membaca “wirid bukhari” pada saat kritis dan meninggalkan sebab-sebab yang sesuai dengan sunnatullah.

2. Bodohnya kaum muslimin terhadap Dunia. Hal ini muncul karena adanya kekeliruan dalam masalah wawasan. Saikh Ghazali berkata “ Banyak manusia yang telah berhasil melakukan pengkajian di Bumi dan di Langit,keberhasilan ini telah membuat kekuatan mereka bertambah dan senjatanya makin dahsyat daya hancurnya. Lalu dimana posisi umat Islam saat ini?.

3. Merebaknya Paham Jabariyah (Fatalisme) di Dunia Islam. Faham ini menyebab goyahnya kepribadian umat Islam karena sikap pasrah dan apatis mendominasi kehidupannya.Manusia dipaksa dan tidak memiliki hak ikhtiar (Memilih). Ia tidak memiki kekuatan dan kemauan. Kaya dan miskin,kebahagiaan dan kesengsaraan ,keberhasilan dan kegagalan,semua telah ditentukan dan digariskan !!. disamping itu umat Islam lemah dalam mengaitkan hukum kausalitas, meluasnya pemikiran tentang karomah dan kejadian-kejadian aneh sehingga hukum –hukum Allah yang mengatur alam semesta ini hampir tidak tersentuh sama sekali.

4. Merebaknya tradisi riya dalam masyarakat Islam. Akhir-akhir ini kaum muslimin sering membuat berbagai macam tradisi yang sifatnya menonjolkan diri dan penampilan luar yang menipu. Tradisi ini berbeda jauh dengan fitrah Islam yang lurus dan tidak dibuat-buat. Akibat dari ini adalah kaum muslimin semakin berjauhan karena masing-masing mereka ingin menonjolkan dirinya atau kelompoknya sendiri.

5. Manajemen keuangan masyarkat. Manajemen dalam bidang ini sangat amburadul. Distribusinya sangat buruk, dan melahirkan kemiskinan yang bukan saja kultural tapi juga struktural,serta melahirkan orang-orang kaya yang merusak. Meskipun Islam dikenal sebagai agama yang pertama kali menggerakan pasukan untuk mengambil hak-hak orang miskin dari orang kaya, tapi mayoritas penguasa muslim tidak memperhatikan bidang ini. Akibatnya yang miskin semakin miskin yang kaya semakin kaya. Praktek sogok menyogok menjadi sesuatu yang biasa terutama dikalangan para pejabat. Padahal Rasul saw melaknat orang yang menyogok dan yang disogok. Begitu pula pengangguran, baik yang terang-terang maupun yang terselubung semakin meluas namun disisi lain lahir manusia-manusia yang rakus harta yang tidak peduli dari mana dia mendapatkan harta tsb.

6. Kerusakan politik. Dalam sebuah hadits di sebutkan “ Idza Wusidal amru ila ahlihi fanthiri saah” Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggu waktu kehancurannya.( HR.). Politik saat ini tidak lebih hanya sebatas bergaining dan kepentingan,tidak ada nilai-nilai yang diperjuangankan. Maka proses perjalanan parpol-parpol saat ini khususnya parpol-parpol Islam banyak mengalami dinamika yang kurang sehat,seperti perseteruan dalam rangka mendapatkan jabatan dipuncak pimpinan tanpa memikirkan bagaimana tanggung jawabnya kedepan baik di Dunia maupun di Akherat.

7. Penguasa Yang Dzalim

Allah SWT menyebut manusia-manusia perusak kehidupan itu sebagai “penjahat-penjahat terbesar” (akabira mujrimin) yang pandai menipu manusia demi keserakahan dirinya sendiri. Mereka adalah orang-orang kerdil yang menggunakan kekuasaannya untuk menghimpun dan menimbun harta benda duniawi, tanpa peduli akibat perbuatan jahatnya.

“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.” (QS Al An’am:123)

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan , kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS Al Isra: 16)

Jelaslah, kehancuran total dan dahsyat yang menimpa negeri ini bukan semata karena penduduknya banyak yang kufur nikmat, tapi juga lantaran ada “penjahat-penjahat terbesar” yang menggunakan kekuasaannya untuk memuaskan nafsu jahat duniawinya sendiri. Demikianlah, kenyataan sejarah pahit negeri ini adalah hadirnya para “penjahat-penjahat terbesar” telah menduduki tahta kekuasaan dan kepemimpinan yang penuh dengan lumuran dosa.

Akan tetapi “tangan” Allah Yang Maha Perkasa tidak pernah membiarkan kesewenangan mereka berlangsung terus-menerus, walaupun penduduk negeri itu terjebak pada ketidakberdayaan dan keputusasaan.

“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.” (QS Al An’am:6)

Allah SWT berkehendak mengahncurkan penguasa-penguasa dzalim itu untuk menghentikan kerusakan yang akan menghancurkan bumi ini. Dan untuk itu, Allah akan memunculkan sekelompok manusia yang secara konsisten menegakkan “amar ma’ruf nahi munkar”.

“Mereka mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya pemerintahan dan hikmah dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia atas semesta alam.” (QS Al Baqarah:251).

Sekali lagi, Allah SWT dengan cara-Nya sendiri telah menghancurkan penguasa yang dzalim untuk kemudian di gantikan oleh penguasa yang lainnya. Penguasa yang akan mengembalikan kehidupan ini kepada kebaikannya. Lalu siapakah atau seperti apakah “penguasa pengganti” yang di kehendaki Allah SWT? Jawabnya adalah :

“......orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan (QS Al Hajj:41)

Langkah besar Perbaikan

Dalam surah An-Nuur ayat 55, pemimpin atau penguasa yang beriman dan beramal shalih-dengan bimbingan allah SWT-mengamalkan Tiga (3) langkah besar untuk melakukan perbaikan kehidupan secara total :

Pertama, Tamkin ad-diin, atau mengokohkan kembali nilai spiritual dan ajaran agama sebagai orientasi dan pedoman kehidupan semua warga masyarakat. Agama mengajarkan prinsip dasar bahwa manusia dan kehidupan alam semesta ini berasal dari Allah Sang pencipta, dan di adakan untuk tujuan mengabdi kepadaNya. Agama juga menunjukkan pada manusia jalan-jalan untuk mengelola kehidupan sesuai yang di kehendaki Sang pencipta dan Pengatur kehidupan alam semesta raya ini. Dengan begitu, agama menjadi sumber moralitas dan perilaku yang benar dan baik bagi warga masyarakat, termasuk semua pemimpinnya. Inilah yang sungguh-sungguh mulai lenyap dari jagat kehidupan penduduk negeri ini.

“Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak mereka bersedih hati. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al Baqarah: 38-39).

Satu-satunya Jalan untuk merealisasikannya adalah dengan jalan TARBIYAH (PEMBINAAN) yang dengan itu diharapkan akan terbentuk pribadi yang islami,keluarga yang islami,masyarakat yang islami dan negara yang islami. Dari sinilah akan mulai ada titik terang untuk merealisasikan Khilafah dengan tujuan untuk menjadi Ustadziyatul Alam.

Kedua, Tabdil al-hayah wa Riayah Mashalih Ijtimaiyah, atau melakukan perubahan total dan radikal terhadap berbagai aspek mendasar kehidupan secara tadaruj (Gradual) dan Tawazun (Seimbang) dan memelihara potensi kebaikan masyarakat. Inilah yang dinamakan dengan program amar ma’ruf nahyu mungkar,yaitu menguatkan potensi-potensi positif yang ada di masyarakat dan meminimalisir potensi-potensi negatif. Dan hal tersebut harus kita lakukan secara simultan dalam bentuk amar ma’ruf secara kultural yakni dengan langsung terjun kemasyarakat dan secara struktural yakni dengan menguasai pemerintahan baik dilegslatif maupun di eksekutif dan.yudikatif.

Dan fungsi Kekuasaan adalah melakukan isti’mar al ardh atau memakmurkan kehidupan bumi, sehingga semua penduduknya merasa aman dan sentosa hidup di dalamnya.

“.......... Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya , karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat lagi memperkenankan” (QS Huud:61)

Pemakmuran kehidupan di bumi berpijak pada prinsip pendayagunaan semua sumberdaya yang Allah berikan dan tundukkan bagi manusia, tanpa di rasuki motif untuk melakukan perusakan di dalamnya.

“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni'mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS Luqman:20)

Prinsip pendayagunaan yang tidak merusak berjalan ketika manusia menggunakan rasionalitas akalnya, yang menjadi kelebihan atau keistimewaannya di hadapan makhluk-makhluk lain yang llah ciptakan. Pengabaian terhadap rasionalitas akal-pikiran hanya akan melahirkan manusia-manusia rakus dan perusak yang bekerja hanya untuk nafsu durjananya.

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan , Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (QS Al Israa:70)

Pada saat yang bersamaan, rasionalitas akal-pikiran dalam mendayagunakan semua potensi sumberdaya untuk memakmurkan kehidupan, harus di ikuti dengan sikap moral-mental yang senantiasa mensyukuri semua hasil dan nikmat yang di daptkan. Karena sikap mental (mental model) semacam inilah yang mampu meningkatkan kemakmuran dan menambah rezeki dari Allah SWT.

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah kepadamu, dan jika kamu mengingkari , maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS Ibrahim:7)

Sikap mental syukur nikmat di tandai dengan suburnya rasa solidaritas sosial terhadap kaum fakir-miskin dan di jauhinya perilaku berlebihan dalam urusan materi, atau perilaku mubadzir, karena inilah wujud perilaku buruk syaitan.

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” 9QS Al Israa: 26-27)

Prinsip dasar berikutnya dari tabdil al-hayah adalah adil, yaitu rekonstruksi kehidupan ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya harus di warnai prinsip keadilan yang di rasakan oleh penduduk negeri. Prinsip keadilan ini mensyaratkan adanya pemahaman yang utuh dan mendalam terhadap berbagai permasalahan kehidupan, di ikuti sikap tegas dan jelas dalam mengambil kebijakan yang berorientasi kepada kemaslahatan umum, serta tersedianya kepastian hukum yang mengikat dan mengatur secara kuat semua proses kehidupan masyarakat tanpa terkecuali.

“.....Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Al Maaidah: 8)

Ri’ayah al-mashalih al-ijtimaiyyah, atau memelihara potensi kebaikan masyarakat. salah satu pintu kehancuran kehidupan sebuah negeri adalah ketika para pemimpin dan penduduknya tidak mau dan tidak mampu memelihara semua potensi yang telah di miliki dan di bangunnya. Justru sebaliknya, terjadi penghancuran secara sistematis dan masif, tanpa di sadarinya. Allah mengingatkan manusia tentang orang-orang yang mengadakan sesuatu yang di pandang baik, tetapi kemudian mereka merusaknya sendiri lantaran tidak mampu memeliharanya.

“........ Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik”. (QS Al Hadid:27)

Ri’ayah al-mashalih al-ijtimaiyyah pada hakekatnya adalah sikap hidup seluruh penduduk negeri beserta para pemimpinnya untuk berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran, menjauhi segala hal yang bisa merusak dan selalu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

“..........orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan” (QS Al Hajj:41)

Ketiga, Izhar Qiyadah Aminah wa Dzu Kafaah (Memunculkan Pemimpin yang Amanah dan Profesional).

Pandangan islam sudah sedemikian jelas. Menghidupkan kembali kehidupan suatu negeri yang sudah porak poranda, mensyaratkan munculnya pemimpin dan kepemimpinan yang baik (good leadership and governance). Sebagaimana Allah memunculkan Thalut dan Daud untuk menggantikan Jalut, atau sebagaimana Allah memunculkan Yusuf untuk menyelematkan negeri Mesir yang nyaris bangkrut.

Pemimpin dan kepemimpinan yang baik hanya akan tampil dari orang-orang yang bermoral kuat dan yang senantiasa melakukan kebaikan dalam hidupnya. Dalam bahasa islam, yaitu orang-orang yang “beriman dan beramal shalih”. Dari sinilah akan mengalir “energi besar” sebuah bangsa untuk bangkit dan membangun kembali kehidupan. “Energi besar”, karena sang pemimpin berusaha kuat untuk senantiasa berjalan dan bekerja dengan bimbingan Allah, Pencipta dan Pengatur kehidupan alam semesta. Sebuah bangsa yang terpuruk dan nyaris meluncur ke jurang kehancuran akan kembali bangkit di bawah kepemimpinan figur yang ‘beriman dan beramal shalih”. Inilah janji Allah.

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang kafir sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS An Nuur:55)

Dari sinilah, Islam mengajarkankepada ummatnya dan semua manusia untuk memilih pemimpin dengan benar. Melalui cara apapun - termasuk Pemilihan Umum - penduduk sebuah negeri di ajarkan untuk menyeleksi pemimpin dari orang-orang yang memiliki komitment kebenaran dan senantiasa mewujudkan nilai-nilai kebenaran itu dalam kehidupannya sehari-hari, dan bukan sebatas retorika politik semata. Dan sebaliknya, Islam melarang keras kepada penduduk negeri (dari golongan yang beriman) untuk mengangkat orang-orang yang melecehkan kebenaran, sebagai pemimpin mereka.

“Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk . Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai pemimpinnya, maka sesungguhnya pengikut Allah itulah yang pasti menang” (QS Al-Maaidah:55-56)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir . Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman” (QS Al Maaidah:57)

Inilah “Tiga Langkah besar” (Three Big Steps) untuk melakukan perbaikan kehidupan yang sebelumnya sudah porak poranda. Empat langkah ini akan melahirkan kembali iklim “iman dan taqwa” pada penduduk negeri ini dan pada pemimpinnya, sebagai syarat terbukanya pintu-pintu keberkahan hidup dari Allah SWT, Dzat Yang Maha Kaya.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS Al A’raaf:96)

Inilah pandangan dasar yang harus kita yakini, sebagai kekuatan dakwah islam yang mengemban tanggung jawab untuk menyelamatkan kehidupan dan membangunnya kembali sebagai “hayatun thayyibah”, atau kehidupan yang baik (good quality of life). Para pemimpin dan penduduk negeri ini, hendaknya memperhatikan peringatan Allah SWT yang amat keras:

“Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (di hancurkan) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajarran lagi) ?”. (QS Al-‘raaf:100)

Kamis, 11 Desember 2008

Haji dan Bangunan Peradaban.

Haji dan Bangunan Peradaban.

H.Abdul Rahman,Lc.*

“Rabbana aku telah tempatkan istri dan anak keturunanku di lembah yang tidak ada pohon di dalamnya,Rabbana jadikan mereka orang-orang yang menegakan shalat,jadikan hati sebagian manusia-yaitu yang beriman-cenderung untuk mengunjungi mereka dan karuniakan kepada mereka buah-buahan agar mereka menjadi orang-orang yang bersyukur”. (QS.14:37).

Setiap kali kita mendengar kata peradaban pasti akan terlintas dibenak kita tentang kemajuan suatu komunitas yang diindentikan dengan kekuatan yang bersifat materi. Kongklusi ini bukan suatu yang salah -walaupun terkadang kurang tepat- karena secara sepintas salah satu representasi dari sebuah peradaban adalah kekuatan materi. Namun sesungguhnya sebuah peradaban selalu mensyaratkan empat hal : pertama tempat,kedua manusia dan ketiga nilai keempat sumberdaya. Sedangkan materi hanya bagian dari sumber daya yang bersifat ikutan dari komponen keempat .

Dalam sejarah tercatat bangunan peradaban ini sudah dirintis oleh Nabi Ibrahim as,sejak pertama kali beliau datang ke Mekkah,landasan bangunan peradaban tersebut telah beliau semai dengan sebuah ungkapan doa yang menjadi sebuah kenyataan yang setiap kita bisa menyaksikannya sekarang,doa yang Allah abdikan dalam Surah Ibrahim (14) : 37 “Rabbana aku telah tempatkan istri dan anak keturunanku di lembah yang tidak ada pohon di dalamnya,Rabbana jadikan mereka orang-orang yang menegakan shalat,jadikan hati sebagian manusia-yaitu yang beriman-cenderung untuk mengunjungi mereka dan karuniakan kepada mereka buah-buahan agar mereka menjadi orang-orang yang bersyukur”.

Dalam doa ini terkadung empat komponen syarat sebuah peradaban : pertama manusia, dalam doa ini Nabi Ibrahim As menyebutkan dirinya,istri dan anaknya yang merupakan unsure pertama sebuah peradaban, yang kedua : tempat , Nabi Ibrahim menyebut lembah yang tidak ada pohonan yang kemudian hari dikenal dengan sebutan Mekkah, yang ketiga : Nilai dalam bentuk keyakinan dan permohonan yang sarat dengan nilai-nilai yang mulia. Keempat Sumberdaya dalam bentuk kekuatan material yang di representasikan dengan uangkapan buah-buahan. Inilah cikal bakal peradaban yang kemudian hari menjadi pusat perubahan peradaban Dunia.


Doa yang menjadi sumber Inspirasi peradaban.

Untaian doa yang dilantunkan oleh Nabi Ibrahim as mengandung nilai-nilai besar yang menjadi sumber inspirasi pembentukan sebuah peradaban,diantara nilai tersebut adalah :

  1. Keyakinan. Dalam kondisi yang secara rasional sangat sulit untuk dipenuhi keinginanannya, beliau mengungkapkan dua hal yang bertolak belakang,pertama tanah yang gersang-tidak ada pohonan-,ini adalah satu kondisi yang disadari tidak mungkin mendapatkan buah sebagai bekal untuk istri & anaknya, kedua : meminta agar Allah mengaruniakan buah-buahan. Ini adalah sebuah keyakinan atas kemutlakan kekuasaan Allah yang bisa berbuat melampui batas-batas kausalitas rasioanalitas makhluk-Nya. Inilah telaga rasa optimis yang tidak akan pernah kering.

  1. Kekuatan spiritual. Disamping keyakinan yang sangat kuat,hal yang beliau minta adalah kekuatan membangun hubungan dengan Allah dalam bentuk menegakan shalat. Karena dari sinilah otot-otot spiritual dan emosional seorang manusia yang merupakan subjek sebuah peradaban akan kuat. Bagaikan sebuah karet,jiwa seseorang yang memiliki hubungan yang baik denga Rabbnya akan kenyal,tidak mudah dihancurkan,dipatahkan dan dilemahkan.

  1. Hubungan dengan orang lain. Nabi Ibrahim menyadari bahwa tidak mungkin dia bisa hidup hanya dengan keluarganya saja,maka dia memohon kepada Allah agar Allah memberikan keistimewaan kepada Keluarganya sehingga hati sebagian manusia cenderung kepada mereka,tentunya keistimewaan tersebut adalah nilai-nilai luhur berupa akhlak yang mulia. Dan dalam sejarah, Nabi Ibrahim dan keluarganya di kenal sebagai manusia yang memiliki kepribadian yang mulia sehingga banyak manusia yang simpati kepada mereka dan ingin tinggal bersama mereka.

  1. kekuatan sumberdayai. factor keempat ini merupakan ikutan/turunan dari dedikasi dan kekuatan kepribadian namun Nabi Ibrahim tetap memintanya secara khusus “Warzuqhum muinatsamarati”. Karena ketika kekuatan ini dimiliki oleh orang-orang shaleh maka akan dimanfaatkan untuk kemaslahatan kemanusiaan dan totalitas penyembahan kepada Rabb semesta Alam. Disamping itu ketika kekuatan ini menyatu dengan nilai-nilai maka akan mudah untuk mengeksekusi nilai tersebut dalam kehidupan nyata dan lebih luas dan ini akan memberikan pengaruh yang besar dalam proses pembentukan peradaban.

Aplikasi Nilai-Nilai Peradaban.

Dalam Ibadah Haji terdapat aplikasi nilai-nilai peradaban yang akan menjadikan umat Islam memimpin peradaban Dunia,diantara aplikasi nilai peradaban tersebut :

  1. Rabbaniyah. Yaitu penegakan nilai-nilai ketauhidan,inilah tonggak utama sebuah peradaban. Maka Nabi Ibrahim sebagai pendiri Kota Mekkah merupakan pelopor ketauhidan dan perintah yang pertama kali Allah swt sampaikan ketika Nabi Ibrahim,as selesai membangun Ka’bah adalah menghilangkan segala bentuk sembahan selain Allah swt,sebagaimana firman-Nya “ Dan (ingatlah), ketika kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu Ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud.(22:26)
  2. Persamaan. Dalam Ibadah Haji tidak ada perbedaan diantara manusia mereka semua sama dalam satu pakaian, yang menunjukan bahwa perbedaan diantara mereka hanyalah satu yaitu ketaqwaan. Dalam hal ini Baginda Rasul telah menegaskan dalam sabdanya “ Tidak ada keutamaan orang arab diatas selain arab,orang yang berkulit putih diatas yang berkulit hitam kecuali yang membedakan mereka adalah taqwa”.
  3. Perdamaian. Dalam Ibadah Haji tersemai semangat perdamaian dengan begitu kuat,karena ibadah haji dilaksanakan dibulan-bulan yang di hormati (Asyhurul hurum) yang tidak boleh ada peperangan di dalamnya. Dan bagi yang melaksanakan ibadah haji dilarang untuk berburu dan mencabut pohonan. Disamping itu dengan sesama muslim yang melaksanakan ibadah haji agar menjaga adab agar tidak ada yang disakiti. Allah swt abadikan dalam firman-Nya “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.”.(2:197)
  4. Kedisiplinan. Rangkaian ibadah haji sangat panjang dan melelahkan,maka ketika tidak dilakukan dengan kedisiplinan yang tinggi -terlebih ketika dilakukan oleh jumlah manusia yang sangat banyak- maka akan mengalami hal-hal yang bisa jadi justru tidak sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan haji yaitu mendapat haji yang mabrur dengan semakin kokoh dan tercerahkannya jiwa.
  5. terbiasa survive. Dalam melaksanakan haji suasanannya serba kurang,disamping waktu dan tenaga yang harus di kuras,maka sesungguhnya haji mengajarkan agar setiap mukmin menjadi manusia yang survive disetiap keadaan,karena hanya dengan sikap seperti itu sebuah peradaban bisa di bangun,dalam sebuah hadits Rasul saw mengisyaratkan hal tersebut “ Seorang Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah swt dari Mukmin yang lemah dan di keduanya banyak kebaikan” (HR.Bukhari).


Karakter Peletak Peradaban.

Sebagai peletak fondasi peradaban, Nabi Ibrahim dan keluarganya telah menjadi contoh yang nyata sebagai manusia-manusia tangguh yang pantas diabadikan oleh Allah dalam firman-firman-Nya sebagaimana Firman Allah dalam Surah 60:4

Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia…”

Nabi Ibrahim,as dikenal sebagai Pelopor Tauhid yang berani mengorbankan jiwa raga untuk mempertahankan keimanannya sehingga dia harus di bakar oleh raja yang kejam yang dengan pertolongan Allah dia bisa selamat dari kobaran api.

Ibunda Hajar sebagai seorang Istri pejuang, diapun memiliki jiwa yang kuat dan keyakinan yang tangguh. Ketika dia ditinggal oleh suami tercinta di sebuah lembah yang gersang dan sunyi dengan perbekalan yang minim bersama bayi yang masih merah –setelah dia tahu bahwa kepergian suaminya karena perintah dari Rabbnya- maka dengan penuh keyakinan dia selalu berkata “ Apabila ini adalah perintah dari Allah maka Dia tidak akan pernah menyia-nyiakan kami”. Demikianlah kesusahan dan kesulitan ketika ditinggal sang suami bisa dia lewati dengan bekal keyakinan dan kekuatan jiwa.

Ismail as, sebagai buah dari seorang ayah yang taat kepada Rabbnya dan Ibu yang kuat keimanannya menjadi seorang anak yang sangat tangguh jiwanya,hal itu dibuktikan dengan jawaban yang melampui batas umurnya yang masih sangat belia ketika sang Ayah tercinta berkata . : "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS.37:102)

Demikian haji dan latarbelakang sejarahnya telah memberikan sebuah pelajaran yang sangat besar bahwa peradaban hanya mampu dibangun oleh manusia-manusia tangguh yang menyerahkan dirinya secara totalitas kepada Allah swt.

Dan Mekkah telah menjadi pusat peradaban dengan keistemewaan yang tidak dimiliki oleh tempat lain. Menjadi Pusat pelaksanaan Shalat,menjadi tempat yang dicita-citakan untuk dikunjungi dan menjadi tempat berkumpulnya berbagai macam kekuatan materi dan non materi yang dimiliki oleh Umat Islam sepanjang Zaman.


*- Ketua MPW Partai Keadilan Sejahtera Propinsi Kep. Riau

- Aleg DPRD I Prop. Kepri dari Fraksi PKS

Rabu, 10 Desember 2008

Pilar-Pilar Keshalehan Masyarakat

Pilar-Pilar Keshalehan Masyarakat

H.Abdul Rahman,Lc

“Kaifa Takunu Turasu” yang artinya bagaimana keadaan kamu,begitulah kondisi pemimpin kamu. Sebuah kata-kata bijak yang patut menjadi sebuah renungan, bahwa kepimpinan yang ada dilingkungan kita tidak akan pernah lepas dari kualitas masyarakat yang memilih pemimpin tersebut. Maka Al-Quran telah memberikan gambaran kepada kita bagaimana membentuk fondasi keshalehan di tengah kehidupan masyarakat sehingga akan muncul dari masyarkat tersebut pemimpin yang shaleh sesuai dengan karakter dan keadaan masyarkat tersebut.

Diantara ayat yang ada di dalam Al-Quran yang berbicara tentang hal tersebut adalah Surah Hud ayat 112. “ Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar,sebagaimana diperintahkan kepada kamu,dan juga orang yang bertaubat beserta kamu dan jangan kamu melampui batas.Sesungguhnya dia maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

Ada satu catatan penting yang perlu di ketahui sebelum kita membahas ayat ini, bahwa ayat ini di dahului ayat-ayat yang bercerita tentang kehancuran umat terdahulu dan sebab – sebab kehancuran mereka.Kisah Nabi Nuh (ayat 25-49) yang Allah hancurkan umatnya dengan banjir bandang disebabkan mereka mempunyai karakter keras kepala.Kisah Nabi Hud dan Nabi Shaleh (ayat 50 – 68) yang Allah binasakan mereka dengan guntur disebabkan mereka mempraktekan premanisme untuk menteror Nabi mereka.Kisah Nabi Luth (ayat 75-83) yang Allah binasakan dengan melemparkan kaumnya dengan batu panas dan membalikan tempat yang mereka pijak kemudian membenamkan mereka,dikarenakan mereka melakukan penyimpangan seksual. Kisah Nabi Syuaib yang kaumnya Allah hancurkan juga dengan guntur dikarenakan mereka melakukan kecurangan dalam bisnis dan perdagangan. Dan terakhir kisah Nabi Musa yang Allah Laknat umatnya karena banyak melakukan tipu daya.

Dari latar belakang ini seakan Allah SWT memberikan isyarat kepada kita,bahwa untuk mendapatkan keselamatan dari berbagai macam azab yang telah Allah berlakukan terhadap umat terdahulu,maka kita harus membangun fondasi keshalehan dalam kehidupan bermasyarakat.

Lima Pilar Keshalehan.

Dari ayat 112 Surah Hud ada 5 fondasi keshalehan yang harus ditegakan oleh masyarakat untuk meraih kebahagian di dunia dan diakherat.

1. Pilar Keistiqamahan (Komitmen). “Fastaqim”. Masyarakat yang istiqomah adalah masyarakat yang unik. Keunikan tersebut tergambar dengan karakter-karakter istimewa mereka,berupa keberanian,ketenangan jiwa dan rasa optimis yang tinggi.hal tersebut dikarenakan mereka mempunyai keyakinan bahwa dunia bukanlah bagian terakhir yang Allah sediakan untuk mereka,tapi masih ada bagian lain yang lebih besar yang akan mereka dapatkan yaitu syurga Allah SWT.Di samping itu istiqomah merupakan cara yang paling tepat untuk menjaga kualitas keislaman,sebagaimana yang Rasul saw sampaikan ketika ada salah seorang shahabat yang bertanya tentang bagaiman menjaga keislaman,Rasul SAW menjawab “Qul amantu billahi tsummas taqim”.Jadi untuk menjaga keislaman: 50% Iman dan 50% berikutnya adalah keistiqomahan.

2. Pilar Konsep. “Kamaa umirta” Disamping keistiqomahan,kekuatan konsep menjadi hal yang penting,karena suatu masyarakat yang mempunyai konsep adalah masyarakat yang bukan hanya mempunyai semangat,tetapi juga mempunyai semangat dan komitmen yang dibingkai dengan konsep yang jelas. Konsep yang dimaksud adalah adalah nilai-nilai yang telah di turunkan oleh Allah dan diwariskan oleh Rasulullah saw,sebagaimana sabda Rasul saw “ Taruktu fikum amrain lan tadhillau intamasktum bihima kitaballahi wa sunnata rasulihi” artinya aku tinggalkan kepada mu dua sumber yang apabila kamu berpegang teguh maka kamu tidak akan sesat selamanya yaitu kitab Allah dan sunnah Rasul SAW.

3. Pilar Moralitas. “Wa Man Taba”. Pilar ini diungkapkan oleh Allah SWT dengan kalimat taubat. Karena taubat merupakan bukti bahwa seseorang atau sebuah masyarakat masih mempunyai moralitas,sebab dia menyadari bahwa dirinya melakukan kesalahan. Namun apabila sebaliknya,yaitu merasa bangga dengan dosa dan tidak mau bertaubat, sesungguhnya mereka telah terjerumus ke titik terendah dari sebuah moral. Dan taubat akan berfungsi sebagai pilar moralitas apabila di sertakan dengan syarat-syarat taubat. 1. Adanya penyesalan.2. Meninggalkan dosa tersebut.3.adanya tekad tidak akan mengulangi.4.apabila dosa kepada sesame manusia maka harus di lengkapi dengan mengembalikan hak-hak manusia, baik dalam bentuk materi mapun dalam bentuk immateri yaitu dengan meminta maaf kepada yang bersangkutan. Tentang pentingnya bertaubat sebagai sarana untuk memperkuat benteng moralitas, Rasulullah saw telah memberikan contoh kepada kita,dengan bersabda “ Wallahi inni la astaghfirullaha fil yaumi sab’iina marrah,” wa fi riwayah “ Miata marrah”. Artinya Demi Allah sesungguhnya aku meminta ampun dan bertaubat kepada Allah dalam satu hari 70 kali,dalam riwayat yang lain di sebutkan 100 kali”.

4. Pilar Kebersamaan. “Ma’aka”. Masyarakat yang shaleh adalah masyarakat yang mampu membangun soliditas.Mereka tidak tersekat-sekat dengan semangat primordial,tetapi mereka diikat hanya dengan keimanan kepada Allah.Soliditas dan kebersamaan yang mereka bangun dalam rangka “ Ta’awun alal birri wa taqwa” dan memperjuangkan nilai-nilai universal. Termasuk dalam membangun koalisi yang mereka utamakan adalah koalisi yang positif kontruktif,koalisi untuk melahirkan pemimpin yang adil dengan tetap di sertai sikap kritis apabila pemimpin yang mereka dukung keluar dari nilai-nilai luhur yang mereka perjuangkan.

5. Pilar Kedisipilinan. “Wala Tathgau”. Masyarakat yang disiplin adalah masyarakat yang sukses.Kedisiplinan merupakan bukti kualitas sebuah masyarakat. Dan Islam merupakan Din yang sarat dengan nilai-nilai kedisiplinan. Sebagai contoh shalat 5 waktu,apabila kita perhatikan ternyata disana banyak nilai-nilai kedisiplinan yang kita dapatka.Begitu pula dengan ibadah puasa yang mendidik kita dengan kedisiplinan yang sangat luar biasa.Dari sikap disipilin inilah akan lahir masyarakat yang professional. Yang sangat dicintai oleh Allah SWT, Rasulullah saw bersabda “ Sesungguhnya Allah sangat mencintai seorang hamba yang apabila bekerja dia lakukan dengan penuh kedisiplinan” (HR.Hakim).

Istiqomah,konsep,moralitas,kebersamaan dan kedisiplinan merupakan nilai-nilai yang harus hadir setiap saat, dan hal itu tidak akan terealisir kecuali apabila masyarakat tersebut mempunyai perasaan selalu merasa diawasi oleh SANG PENCIPTA,maka di akhir ayat tersebut ALLAH tutup dengan kalimat “ Sesungguhnya DIA maha melihat apa yang kamu lakukan”. Inilah semangat yang tidak akan pernah pudar dan mati,karena landasan nilai tersebut di kaitkan dengan Dzat yang Maha Hidup dan Maha Menghidupkan.

ALLAHUMA WAFFIQNA LIMA TUHIBBUHU WA TARDHAHU.

Assalamualaikum

Blog ini saya dedikasikan untuk semua muslimin muslimah di manapun berada untuk mengakses semua artikel/ tulisan-tulisan yang saya buat. semoga bisa bermanfaat bagi yang membaca dan menjadi amal shalih bagi saya.

jazakumuLLah khairan katsir.
H.Abdul Rahman,Lc