Senin, 15 Desember 2008

SOLUSI PROBEMATIKA UMAT

H.Abdul Rahman,Lc


Muqaddimah.

Dalam kehidupan manusia permasalahan adalah suatu yang wajar,namun akan menjadi suatu yang keluar dari kewajaran apabila masalah tersebut menjadi suatu yang menyebabkan keterbelakangan serta keterpurukan. Umat Islam bukanlah umat yang identik dengan keterbelakangan, karena umat ini pernah menempati posisi terdepan di Dunia sepanjang sepuluh abad,kebudayaannya adalah kebudayaan yang dominan dan menyebar luas. Ulama – Ulamanya adalah para pendekar dan jawara dalam setiap disiplin ilmu dan pemikiran. Siapa yang berani mengingkari kontribusi Ibnu Hayyan dalam bidang Kimia, Ibnu Haitsam dalam bidang Fisika, Al-Khawarizmi dalam dalam Al-Jabar,Al-Biruni dalam matematika,A-Razi,Ibnu Sina,Azzahrawi dan Ibnu Nafis dalam dunia Kedokteran, Ibnu Rusyd dalam filsafat ?

Sebab Masalah.

Namun saat ini kaum muslimin harus melakukan evaluasi dengan keadaan yang sedang mereka hadapi dan berusaha memetrakan permasalahan kemudian memberikan solusi terhadap setiap permasalahan tersebut. Syeikh Al-Ghazali-Rahimahullah-, telah memetakan sebab-sebab keterpurukan dan keterbelakangan Umat Islam sebagai berikut:

1. Pemahaman yang salah terhadap Islam. Kesalahan ini berupa mendahulukan apa yang harus diakhirkan, dan diakhirkan apa yang harus di dahulukan. Beliau memberikan sebuah contoh dengan berkembangnya berbagai khurafat berkedok agama,seperti membaca “wirid bukhari” pada saat kritis dan meninggalkan sebab-sebab yang sesuai dengan sunnatullah.

2. Bodohnya kaum muslimin terhadap Dunia. Hal ini muncul karena adanya kekeliruan dalam masalah wawasan. Saikh Ghazali berkata “ Banyak manusia yang telah berhasil melakukan pengkajian di Bumi dan di Langit,keberhasilan ini telah membuat kekuatan mereka bertambah dan senjatanya makin dahsyat daya hancurnya. Lalu dimana posisi umat Islam saat ini?.

3. Merebaknya Paham Jabariyah (Fatalisme) di Dunia Islam. Faham ini menyebab goyahnya kepribadian umat Islam karena sikap pasrah dan apatis mendominasi kehidupannya.Manusia dipaksa dan tidak memiliki hak ikhtiar (Memilih). Ia tidak memiki kekuatan dan kemauan. Kaya dan miskin,kebahagiaan dan kesengsaraan ,keberhasilan dan kegagalan,semua telah ditentukan dan digariskan !!. disamping itu umat Islam lemah dalam mengaitkan hukum kausalitas, meluasnya pemikiran tentang karomah dan kejadian-kejadian aneh sehingga hukum –hukum Allah yang mengatur alam semesta ini hampir tidak tersentuh sama sekali.

4. Merebaknya tradisi riya dalam masyarakat Islam. Akhir-akhir ini kaum muslimin sering membuat berbagai macam tradisi yang sifatnya menonjolkan diri dan penampilan luar yang menipu. Tradisi ini berbeda jauh dengan fitrah Islam yang lurus dan tidak dibuat-buat. Akibat dari ini adalah kaum muslimin semakin berjauhan karena masing-masing mereka ingin menonjolkan dirinya atau kelompoknya sendiri.

5. Manajemen keuangan masyarkat. Manajemen dalam bidang ini sangat amburadul. Distribusinya sangat buruk, dan melahirkan kemiskinan yang bukan saja kultural tapi juga struktural,serta melahirkan orang-orang kaya yang merusak. Meskipun Islam dikenal sebagai agama yang pertama kali menggerakan pasukan untuk mengambil hak-hak orang miskin dari orang kaya, tapi mayoritas penguasa muslim tidak memperhatikan bidang ini. Akibatnya yang miskin semakin miskin yang kaya semakin kaya. Praktek sogok menyogok menjadi sesuatu yang biasa terutama dikalangan para pejabat. Padahal Rasul saw melaknat orang yang menyogok dan yang disogok. Begitu pula pengangguran, baik yang terang-terang maupun yang terselubung semakin meluas namun disisi lain lahir manusia-manusia yang rakus harta yang tidak peduli dari mana dia mendapatkan harta tsb.

6. Kerusakan politik. Dalam sebuah hadits di sebutkan “ Idza Wusidal amru ila ahlihi fanthiri saah” Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggu waktu kehancurannya.( HR.). Politik saat ini tidak lebih hanya sebatas bergaining dan kepentingan,tidak ada nilai-nilai yang diperjuangankan. Maka proses perjalanan parpol-parpol saat ini khususnya parpol-parpol Islam banyak mengalami dinamika yang kurang sehat,seperti perseteruan dalam rangka mendapatkan jabatan dipuncak pimpinan tanpa memikirkan bagaimana tanggung jawabnya kedepan baik di Dunia maupun di Akherat.

7. Penguasa Yang Dzalim

Allah SWT menyebut manusia-manusia perusak kehidupan itu sebagai “penjahat-penjahat terbesar” (akabira mujrimin) yang pandai menipu manusia demi keserakahan dirinya sendiri. Mereka adalah orang-orang kerdil yang menggunakan kekuasaannya untuk menghimpun dan menimbun harta benda duniawi, tanpa peduli akibat perbuatan jahatnya.

“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.” (QS Al An’am:123)

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan , kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS Al Isra: 16)

Jelaslah, kehancuran total dan dahsyat yang menimpa negeri ini bukan semata karena penduduknya banyak yang kufur nikmat, tapi juga lantaran ada “penjahat-penjahat terbesar” yang menggunakan kekuasaannya untuk memuaskan nafsu jahat duniawinya sendiri. Demikianlah, kenyataan sejarah pahit negeri ini adalah hadirnya para “penjahat-penjahat terbesar” telah menduduki tahta kekuasaan dan kepemimpinan yang penuh dengan lumuran dosa.

Akan tetapi “tangan” Allah Yang Maha Perkasa tidak pernah membiarkan kesewenangan mereka berlangsung terus-menerus, walaupun penduduk negeri itu terjebak pada ketidakberdayaan dan keputusasaan.

“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.” (QS Al An’am:6)

Allah SWT berkehendak mengahncurkan penguasa-penguasa dzalim itu untuk menghentikan kerusakan yang akan menghancurkan bumi ini. Dan untuk itu, Allah akan memunculkan sekelompok manusia yang secara konsisten menegakkan “amar ma’ruf nahi munkar”.

“Mereka mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya pemerintahan dan hikmah dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia atas semesta alam.” (QS Al Baqarah:251).

Sekali lagi, Allah SWT dengan cara-Nya sendiri telah menghancurkan penguasa yang dzalim untuk kemudian di gantikan oleh penguasa yang lainnya. Penguasa yang akan mengembalikan kehidupan ini kepada kebaikannya. Lalu siapakah atau seperti apakah “penguasa pengganti” yang di kehendaki Allah SWT? Jawabnya adalah :

“......orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan (QS Al Hajj:41)

Langkah besar Perbaikan

Dalam surah An-Nuur ayat 55, pemimpin atau penguasa yang beriman dan beramal shalih-dengan bimbingan allah SWT-mengamalkan Tiga (3) langkah besar untuk melakukan perbaikan kehidupan secara total :

Pertama, Tamkin ad-diin, atau mengokohkan kembali nilai spiritual dan ajaran agama sebagai orientasi dan pedoman kehidupan semua warga masyarakat. Agama mengajarkan prinsip dasar bahwa manusia dan kehidupan alam semesta ini berasal dari Allah Sang pencipta, dan di adakan untuk tujuan mengabdi kepadaNya. Agama juga menunjukkan pada manusia jalan-jalan untuk mengelola kehidupan sesuai yang di kehendaki Sang pencipta dan Pengatur kehidupan alam semesta raya ini. Dengan begitu, agama menjadi sumber moralitas dan perilaku yang benar dan baik bagi warga masyarakat, termasuk semua pemimpinnya. Inilah yang sungguh-sungguh mulai lenyap dari jagat kehidupan penduduk negeri ini.

“Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak mereka bersedih hati. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al Baqarah: 38-39).

Satu-satunya Jalan untuk merealisasikannya adalah dengan jalan TARBIYAH (PEMBINAAN) yang dengan itu diharapkan akan terbentuk pribadi yang islami,keluarga yang islami,masyarakat yang islami dan negara yang islami. Dari sinilah akan mulai ada titik terang untuk merealisasikan Khilafah dengan tujuan untuk menjadi Ustadziyatul Alam.

Kedua, Tabdil al-hayah wa Riayah Mashalih Ijtimaiyah, atau melakukan perubahan total dan radikal terhadap berbagai aspek mendasar kehidupan secara tadaruj (Gradual) dan Tawazun (Seimbang) dan memelihara potensi kebaikan masyarakat. Inilah yang dinamakan dengan program amar ma’ruf nahyu mungkar,yaitu menguatkan potensi-potensi positif yang ada di masyarakat dan meminimalisir potensi-potensi negatif. Dan hal tersebut harus kita lakukan secara simultan dalam bentuk amar ma’ruf secara kultural yakni dengan langsung terjun kemasyarakat dan secara struktural yakni dengan menguasai pemerintahan baik dilegslatif maupun di eksekutif dan.yudikatif.

Dan fungsi Kekuasaan adalah melakukan isti’mar al ardh atau memakmurkan kehidupan bumi, sehingga semua penduduknya merasa aman dan sentosa hidup di dalamnya.

“.......... Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya , karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat lagi memperkenankan” (QS Huud:61)

Pemakmuran kehidupan di bumi berpijak pada prinsip pendayagunaan semua sumberdaya yang Allah berikan dan tundukkan bagi manusia, tanpa di rasuki motif untuk melakukan perusakan di dalamnya.

“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni'mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS Luqman:20)

Prinsip pendayagunaan yang tidak merusak berjalan ketika manusia menggunakan rasionalitas akalnya, yang menjadi kelebihan atau keistimewaannya di hadapan makhluk-makhluk lain yang llah ciptakan. Pengabaian terhadap rasionalitas akal-pikiran hanya akan melahirkan manusia-manusia rakus dan perusak yang bekerja hanya untuk nafsu durjananya.

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan , Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (QS Al Israa:70)

Pada saat yang bersamaan, rasionalitas akal-pikiran dalam mendayagunakan semua potensi sumberdaya untuk memakmurkan kehidupan, harus di ikuti dengan sikap moral-mental yang senantiasa mensyukuri semua hasil dan nikmat yang di daptkan. Karena sikap mental (mental model) semacam inilah yang mampu meningkatkan kemakmuran dan menambah rezeki dari Allah SWT.

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah kepadamu, dan jika kamu mengingkari , maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS Ibrahim:7)

Sikap mental syukur nikmat di tandai dengan suburnya rasa solidaritas sosial terhadap kaum fakir-miskin dan di jauhinya perilaku berlebihan dalam urusan materi, atau perilaku mubadzir, karena inilah wujud perilaku buruk syaitan.

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” 9QS Al Israa: 26-27)

Prinsip dasar berikutnya dari tabdil al-hayah adalah adil, yaitu rekonstruksi kehidupan ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya harus di warnai prinsip keadilan yang di rasakan oleh penduduk negeri. Prinsip keadilan ini mensyaratkan adanya pemahaman yang utuh dan mendalam terhadap berbagai permasalahan kehidupan, di ikuti sikap tegas dan jelas dalam mengambil kebijakan yang berorientasi kepada kemaslahatan umum, serta tersedianya kepastian hukum yang mengikat dan mengatur secara kuat semua proses kehidupan masyarakat tanpa terkecuali.

“.....Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Al Maaidah: 8)

Ri’ayah al-mashalih al-ijtimaiyyah, atau memelihara potensi kebaikan masyarakat. salah satu pintu kehancuran kehidupan sebuah negeri adalah ketika para pemimpin dan penduduknya tidak mau dan tidak mampu memelihara semua potensi yang telah di miliki dan di bangunnya. Justru sebaliknya, terjadi penghancuran secara sistematis dan masif, tanpa di sadarinya. Allah mengingatkan manusia tentang orang-orang yang mengadakan sesuatu yang di pandang baik, tetapi kemudian mereka merusaknya sendiri lantaran tidak mampu memeliharanya.

“........ Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik”. (QS Al Hadid:27)

Ri’ayah al-mashalih al-ijtimaiyyah pada hakekatnya adalah sikap hidup seluruh penduduk negeri beserta para pemimpinnya untuk berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran, menjauhi segala hal yang bisa merusak dan selalu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

“..........orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan” (QS Al Hajj:41)

Ketiga, Izhar Qiyadah Aminah wa Dzu Kafaah (Memunculkan Pemimpin yang Amanah dan Profesional).

Pandangan islam sudah sedemikian jelas. Menghidupkan kembali kehidupan suatu negeri yang sudah porak poranda, mensyaratkan munculnya pemimpin dan kepemimpinan yang baik (good leadership and governance). Sebagaimana Allah memunculkan Thalut dan Daud untuk menggantikan Jalut, atau sebagaimana Allah memunculkan Yusuf untuk menyelematkan negeri Mesir yang nyaris bangkrut.

Pemimpin dan kepemimpinan yang baik hanya akan tampil dari orang-orang yang bermoral kuat dan yang senantiasa melakukan kebaikan dalam hidupnya. Dalam bahasa islam, yaitu orang-orang yang “beriman dan beramal shalih”. Dari sinilah akan mengalir “energi besar” sebuah bangsa untuk bangkit dan membangun kembali kehidupan. “Energi besar”, karena sang pemimpin berusaha kuat untuk senantiasa berjalan dan bekerja dengan bimbingan Allah, Pencipta dan Pengatur kehidupan alam semesta. Sebuah bangsa yang terpuruk dan nyaris meluncur ke jurang kehancuran akan kembali bangkit di bawah kepemimpinan figur yang ‘beriman dan beramal shalih”. Inilah janji Allah.

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang kafir sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS An Nuur:55)

Dari sinilah, Islam mengajarkankepada ummatnya dan semua manusia untuk memilih pemimpin dengan benar. Melalui cara apapun - termasuk Pemilihan Umum - penduduk sebuah negeri di ajarkan untuk menyeleksi pemimpin dari orang-orang yang memiliki komitment kebenaran dan senantiasa mewujudkan nilai-nilai kebenaran itu dalam kehidupannya sehari-hari, dan bukan sebatas retorika politik semata. Dan sebaliknya, Islam melarang keras kepada penduduk negeri (dari golongan yang beriman) untuk mengangkat orang-orang yang melecehkan kebenaran, sebagai pemimpin mereka.

“Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk . Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai pemimpinnya, maka sesungguhnya pengikut Allah itulah yang pasti menang” (QS Al-Maaidah:55-56)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir . Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman” (QS Al Maaidah:57)

Inilah “Tiga Langkah besar” (Three Big Steps) untuk melakukan perbaikan kehidupan yang sebelumnya sudah porak poranda. Empat langkah ini akan melahirkan kembali iklim “iman dan taqwa” pada penduduk negeri ini dan pada pemimpinnya, sebagai syarat terbukanya pintu-pintu keberkahan hidup dari Allah SWT, Dzat Yang Maha Kaya.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS Al A’raaf:96)

Inilah pandangan dasar yang harus kita yakini, sebagai kekuatan dakwah islam yang mengemban tanggung jawab untuk menyelamatkan kehidupan dan membangunnya kembali sebagai “hayatun thayyibah”, atau kehidupan yang baik (good quality of life). Para pemimpin dan penduduk negeri ini, hendaknya memperhatikan peringatan Allah SWT yang amat keras:

“Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (di hancurkan) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajarran lagi) ?”. (QS Al-‘raaf:100)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar